Pria Berkemeja Orange

      Senja kian meninggi. Puluhan orang berdiri. Mengantri suatu hal yang tak pasti. Akan pasti jika beruntung. Semoga. Aku duduk termenung dibelakang orang-orang itu. Menanti pula, tapi yang lain. Hingga akhirnya tiba seorang pangeran yang entahlah dari negeri mana asalnya. Senyumannya begitu mempesona hingga hiruk pikuk orang disekitar tak terhiraukan olehku. Aku melihatnya ketika dia melihatku. Senyumnya kian melebar saat matanya tertuju padaku. Giginya putih, tertata rapi. Kacamata hitam legam itu bertengger manis di hidungnya yang mancung. Avi! sapaannya yang membuat jantungku berdegup kencang. Lebih kencang lagi saat dia berjalan mendekatiku, melewati orang-orang yang sibuk menunggu keberuntungannya tersebut. Bibirnya yang merah sibuk mengucapkan puluhan permisi. Begitu santunnya... 
         Pria tersebut kini sudah berada didepanku. Aku sedikit salah tingkah ketika dia tersenyum kepadaku. Manis, namun penuh misteri. Kubuka tasku dengan tangan sedikit bergetar. Mengeluarkan sebuah map plastik berwarna coklat, ya warna favoritnya! Kuberikan map itu kepadanya. Senyumnya masih tersungging di bibirnya yang merah. Rasanya ingin ku hentikan waktu agar dapat ku pandangi terus wajah pria ini. 
       Hiruk pikuk antrian lift lebih ramai. Ucapan terima kasih pria tersebut terdengar samar di telingaku, namun tetap indah. Hanya ku balas dengan senyuman, manis-kecut. Dia melambaikan tangannya hingga lengan kemeja orange-nya jatuh menampakkan betapa putihnya kulit pria tersebut. Inginku mencegah namun apa daya bibir ini terlalu beku.
        Siluet pria itu kian lama kian menghilang diantara hiruk pikuk lantai sejuta umat. Namun aku masih saja diam terpaku diantara orang-orang itu. Mengharapkan pria berkemeja orange itu kembali, suatu hari nanti..........:)

'Sesungguhnya kepastian itu akan terjadi, namun belum tentu membawa kebahagiaan'




Salam manis dari penggemar beratmu, Pria Berkemeja Orange :)

Comments

Popular posts from this blog

Welcome, 2018!

Internship? Why Not. (Part 1)

Internship? Why Not. (Part 2)